Sistem pemilihan umum


1. Sistem First Past The Post 
Sistem-sistem mayoritas/pluralitas didasarkan pada daerah-daerah pemilihan (distrik) didalam wilayah yang berada dibawah wewenang sebuah badan terpilih,  seperti DPRD II . Sistem ini dapat secara efektif diterapkan di distrik dengan wakil tunggal atau majemuk. Kandidat atau partai yang memenangkan jumlah  suara terbanyak (pluralitas) atau, mayoritas (apapun definisinya) dalam suatu  daerah pemilihan memenangkan semua posisi perwakilan untuk daerah pemilihan tersebut. 
Kelebihan:
    1. FPTP dapat mengkonsolidasi dan membatasi  jumlah partai, biasanya menjadi dua partai yang memiliki jangkauan luas, sehingga para pemilih memiliki pilihan yang jelas. Hal ini dapat membatasi kemungkinan adanya partai-partai yang ekstrim;
    2. Memiliki kecenderungan untuk menghasilkan pemerintahan yang kuat, dan berasal dari satu partai;
    3. Pemilihan dengan sistem FPTP cenderung membuat partai-partai bertanggungjawab atas tindakan-tindakan mereka;
    4. Dapat mendorong adanya  pihak oposisi untuk membuat pemerintah bertanggungjawab;
    5. Seperti sistem lain yang berdasarkan pada daerah pemilihan, dapat membuat hubungan yang erat antara pemilih dan wakilnya, juga lebih menjamin akuntabilitas wakil rakyat terhadap pemilihnya;
    6. Menyeimbangkan fokus antara partai politik dan para kandidat secara individual.
    7. Merupakan sistem yang sederhana untuk dimengerti dan digunakan oleh para pemilih, serta mudah dalam pelaksanaannya. 
Kekurangan:
    1. Kursi-kursi yang dimenangkan sangat tidak proporsional dengan  keseluruhan suara yang diperoleh dalam pemilu. Partai dengan jumlah suara mayoritas atau terbanyak, mungkin tidak mendapatkan mayoritas, atau bagian terbesar dari jumlah kursi yang ada. Partai dengan proporsi yang menonjol dari keseluruhan jumlah suara mungkin tidak mendapatkan kursi sama sekali;
    2. Proses  ‘pemenang memperoleh semua’ (the winner takes all) mengakibatkan sebagian besar dari suara yang ada terbuang. Para pemilih ini tidak terwakili dan partai-partai minoritas tidak terikut sertakan dalam perwakilan yang ‘adil’;
    3. Sistem pluralitas berarti bahwa kandidat yang menang mungkin hanya didukung oleh 30-40% pemilih, atau mungkin kurang dari itu;
    4. Sebagaimana lazimnya sistem distrik wakil tunggal, FPTP tidak memberikan insentif untuk kandidat-kandidat dari partai-partai minoritas;
    5. Menghalangi berkembangnya sistem multi partai yang pluralisits;
    6. Dapat menciptakan dominasi partai daerah dan mendorong adanya partai-partai yang berhaluan etnis/kesukuan;
    7. Tidak sensitif atau teramat sensitif terhadap perubahan opini publik
    8. Dapat dipengaruhi manipulasi dari batas-batas daerah pemilihan.
  1. Second Ballot System
Pada Second ballot system ini menggunakan tipe majoritarian atau distrik. Dimana sistem tersebut mempunyai single candidate constituencies dari single choice voting sebagaimana dalam sistem the first past the post.  Untuk menang, calon harus memenangi suara mayoritas mutlak minimal 50% + 1. Jika tidak ada calon yang memenangi suara mutlak, diadakan pemilihan ulang diantara dua calon yang memperoleh suara terbanyak.
Kelebihan:
1.      Sulit untuk pihak kecil (yang mungkin ekstrimis) untuk mendapatkan kontrol dari kekuasaan . Hal ini karena mayoritas sifat sistem.
2.      Hal ini menyebabkan non- koalisi pemerintah dimana beberapa orang percaya karena merupakan pemerintahan yang kuat.
3.      Jika suara pemilih yang terbuang pada calon yang kalah dalam pemilihan pertama maka mereka dapat membuat perbedaan dalam suara kedua.
Kekurangan:
1.      Tidak memungkinkan pihak kecil untuk mendapatkan pijakan dalam sistem politik negara . Misalnya, sayap kiri partai baru mungkin tidak dapat memperoleh dukungan yang cukup karena orang tidak percaya untuk memiliki kesempatan untuk mengambil pada pihak yang dominan.
2.      Menghasilkan suara taktis .
3.      Pihak yang terlibat dalam balapan mungkin membuat pakta untuk saling membantu. Daripada dua pihak berjuang untuk masuk ke dalam kekuasaan mereka mungkin bergabung untuk mengalahkan pihak dominan yang lebih (misalnya satu kandidat deliberatly mungkin drop out dari kedua pemungutan suara jika mereka buruk di pertama pemungutan suara dan membujuk mereka pendukung untuk memilih untuk oposisi di kembali untuk mendukung s jika mereka masuk ke dalam kekuasaan )
4.      Tidak proporsional dalam arti apapun.
5.      Limbah suara dalam pemungutan suara pertama.

3. Alternative Vote (Preferential Voting atau AV)
Sistem alternative vote biasanya diterapkan di Australia, dan di Nauru dalam bentuk yang telah dimodifikasi. Sistem ini juga pernah diterapkan di Fiji, hanya sekali, pada tahun 1999, dan juga di Papua Nugini dari tahun 1964 sampai 1975, ketika masih berada dibawah administrasi Australia. Sistem Alternative Vote biasanya menggunakan distrik wakil tunggal (dapat diterapkan untuk pemilu dengan distrik wakil majemuk, misalnya untuk Senat Australia sampai tahun 1949, sistem ini cenderung menghasilkan hasil yang lebih tidak berimbang dibandingkan dengan sistem-sistem Block Vote). Pada sistem full preferential voting, para pemilih harus mengurutkan semua kandidat sesuai urutan preferensi mereka (1,2,3,4, dan seterusnya). Pada sistem  optional preferential voting, para pemilih memiliki pilihan untuk menandai hanya satu kandidat atau memilih mengurutkan beberapa atau semua kandidat.
Pada sistem ‘ticket voting’ pemilih memilih sebuah partai politik, dan preferensi pemilih akan sama dengan urutan preferensi yang telah ditentukan partai yang bersangkutan, yang diumumkan oleh semua partai politik kepada pelaksana pemilu sebelum hari pemilihan.  
Pemenangnya adalah kandidat dengan perolehan 50% + 1 dari suara sah yang ada di distrik yang bersangkutan. Apabila ketentuan ini tidak tercapai dari preferensi pertama para pemilih, maka kandidat dengan jumlah pilihan pertama yang terrendah akan disingkirkan, dan pilihan kedua yang ditandai di kertas suara kandidat tersebut dibagikan ke kandidat lainnya. Proses eliminasi kandidat dengan jumlah suara terrendah dan membagikan kertas suaranya kepada kandidat lain yang tertinggal, dimana kepada mereka pemilih telah menentukan pilihan berikutnya, berlanjut sampai seorang kandidat memperoleh 50% + 1 total suara.

 Kelebihan:
    1. Sistem Alternative Vote memiliki kelebihan dalam mempererat hubungan pemilih dengan para wakil mereka, seperti juga halnya dalam sistem-sistem lain yang berdasar kepada distrik.
    2. Sistem Alternative Vote memungkinkan pemilih untuk mendapatkan lebih dari satu kesempatan untuk menentukan siapa yang akan menjadi wakil mereka, meskipun argumentasi ini menjadi kurang kuat apabila varian ‘ticket voting’ diterapkan.
    3. Berkat adanya persyaratan dukungan mayoritas bagi seorang kandidat untuk dapat terpilih, sistem ini memberikan legitimasi kuat kepada para kandidat yang terpilih.
    4. Mendorong adanya kerjasama antar partai politik dan mengurangi efek-efek ekstrimisme.
    5. Memungkinkan partai-partai kecil terfokus untuk berkoordinasi tanpa harus beraliansi secara formal.
    6. Lebih murah untuk dilaksanakan dibandingkan dengan sistem majority yang lain seperti sistem dua putaran.
  Kekurangan:
    1. Hasilnya tidak proporsional, seringkali memberi peluang bagi terbentuknya suatu pemerintahan yang dikuasai suatu partai dengan proporsi suara yang lebih kecil dalam total jumlah suara.
    2. Sistem-sistem Alternative Vote ini seringkali memberikan kemenangan kepada kandidat yang tidak memperoleh suara preferensi teratas pertama dan justru kandidat yang memperoleh suara preferensi teratas kedua dan ketiga sering menjadi pemenang.
    3. Membutuhkan tingkat melek-huruf dan numerasi yang tinggi diantara populasi pemilih. Apabila tidak terpenuhi dapat menimbulkan banyaknya suara yang tidak sah sehingga akhirnya legitimasi pemilu dipertanyakan.
    4. Membutuhkan program pendidikan pemilih yang lebih rumit dan intensif.
    5. Kertas suara untuk distrik pemilihan harus dikumpulkan di suatu lokasi untuk penghitungan suara dan penentuan hasil  sesuai sistem ini. Hal ini menimbulkan implikasi pada aspek keamanan, transparansi dan logistik.
    6. Kerumitan penghitungan suara mungkin melebihi kapasitas pelatihan dan penerapan administrator pemilu, dan tidak sepenuhnya dapat dipahami partai dan para pengamat. Bahkan dalam situasi yang ideal pun, akan membutuhkan waktu lama untuk menentukan pemenang. Ini bukanlah sistem yang mudah dan sederhana.
    7. Membuka peluang bagi adanya kesepakatan-kesepakatan bawah tangan dan praktek politik uang untuk menunjang upaya partai politik untuk mempengaruhi preferensi pemilih.
    8. Dapat dipengaruhi oleh manipulasi batas-batas daerah pemilihan.
4. Additional Member System (AMS)
Seperti AV, AMS adalah sistem campuran, yang menggabungkan pemilu konstituensi sederhana dan komponen proporsional yang dipilih secara langsung. Pemilih melemparkan dua suara sampai satu untuk seorang anggota parlemen dan satu suara konstituen partai.
Kelebihan:
1.      Ini mempertahankan keuntungan dari sistem single-member konstituen sederhana dan membantu menyeimbangkan hasil yang tidak proporsional ini dapat menghasilkan.
2.       Dengan menyediakan untuk pesta memilih yang terbaik mencerminkan realitas suara modern: bahwa partai kembali pemilih daripada kandidat individu.
3.      Sebuah "ambang" kualifikasi pada suara partai memastikan bahwa ekstrimis, yang menang kurang dari 5% suara misalnya, masih dikecualikan dari parlemen.
Kekurangan:
1.      Setengah dari anggota parlemen, pada dasarnya, dipilih oleh kepemimpinan partai mereka dan tetap tidak akuntabel untuk setiap pemilih individu. Kekuatan demokratis patronase partai besar-besaran meningkat dan dua jenis yang sangat berbeda dari anggota parlemen dikembalikan ke parlemen.
2.      Dua suara terpisah, sehingga suara, kedua proporsional murni hanya meringankan, bukan mengoreksi, ketidakseimbangan pemilihan konstituen sederhana.
3.       Di Jerman, itu telah menciptakan kuat, pemerintahan stabil, tetapi ini tidak pernah pemerintah partai tunggal.
4.      Seperti koalisi lain pembentuk sistem PR, ia cenderung untuk memberikan pihak, kecil sentris besar membuat kesepakatan kekuasaan, karena partai-partai yang lebih besar perlu dukungan mereka untuk membentuk pemerintah mayoritas

5.  Single Transferable Vote System (STV),
STV adalah sebuah sistem pemungutan suara preferensial (seperti AV) dalam multi-member konstituen. Pemilih peringkat kandidat sesuai dengan preferensi mereka, dan konstituen masing-masing memilih antara tiga dan lima anggota parlemen, tergantung pada ukurannya. Mereka kandidat mencapai kuota tertentu dari suara yang terpilih. Surplus suara untuk calon terpilih dan perolehan suara untuk calon didukung sedikitnya yang didistribusikan atas dasar pilihan kedua dari suara pemilih. Proses ini berlanjut sampai jumlah anggota parlemen mencapai kuota yang diperlukan dan dikembalikan ke parlemen.
Di bawah sistem ini, setiap negara dibagi menjadi multi-member konstituen yang masing-masing memiliki sekitar empat atau lima wakil. Pihak diajukan sebagai kandidat sebanyak yang mereka pikir bisa menang dalam pemilihan masing-masing. Pemilih peringkat mereka preferensi antara kandidat dalam mode ordinal Jumlah total suara yang dihitung, dan kemudian membagi jumlah kursi ini jumlah suara dalam pemilihan untuk menghasilkan kuota. Untuk dipilih, kandidat harus mencapai kuota minimum. Ketika pilihan pertama yang dihitung, jika tidak ada kandidat mencapai kuota, maka calon dengan suara paling tidak dihilangkan, dan suara mereka di distribusikan dengan preferensi kedua. Proses ini berlanjut sampai semua kursi terisi.Pendukung berpendapat bahwa dengan memungkinkan warga untuk mengidentifikasi urutan peringkat untuk preferensi mereka dalam partai-partai, atau oleh suara-membelah mereka suara di pihak yang berbeda, STV memberikan kebebasan pilihan yang lebih besar selain systems lain.Apalagi dengan mempertahankan proporsionalitas, aturan ini juga menghasilkan hasil yang adil dalam halrasio suara untuk kursi.
Kelebihan:
1.      STV adalah salah satu sistem yang paling proporsional, menghasilkan hasil yang erat mencerminkan distribusi suara.
2.      Di Inggris, pemerintah hampir pasti harus koalisi partai, yang bisa berakhir adversarialism merusak (oposisi demi oposisi) dan menghasilkan pemerintah konsensual dan moderat, lebih baik yang mencerminkan keinginan rakyat.
3.      Ini mempertahankan hubungan konstituen dan, dibandingkan dengan sistem voting lainnya, memastikan bahwa banyak pemilih lebih cenderung memiliki suara yang berarti yang membantu memilih MP dari konstituensi mereka yang mewakili pandangan mereka.
Kekurangan:
1.      Penentang STV berpendapat bahwa pemerintah koalisi tersebut ada kemungkinan untuk menghasilkan di Inggris akan menjadi lemah, dibagi dan ragu-ragu.
2.      Pemerintah Koalisi cenderung dibuat oleh kesepakatan politik di "kamar penuh asap" yang pemilih tidak memiliki kontrol atas.
3.      Pemerintah yang muncul ber-uang tidak ada hubungannya dengan pihak individu pemilih yang paling mendukung.
4.      STV juga merupakan sistem yang kompleks yang dapat membingungkan pemilih dan memakan waktu beberapa hari untuk menghitung.
5.      Besar multi-member konstituen mengikis hubungan yang jelas dan langsung antara pemilih dan MP mereka di anggota tunggal konstituen.

6. Party List System
Secara Keseluruhan negara dianggap sebagai sebuah daerah pemilihan tunggal atau manakala ada regionalisasi, pengelompokan ini dianggap sebagai daerah-daerah pemilihan. Dalam sistem ini partai-partai yang ada menempatkan calonnya sesuai nomor urut. Ambang batas (thres hold) ditetapkan untuk mencegah penyimpangan dari orang-orang yang tidak dikehendaki. Biasanya sistem ini digunakan oleh negara Israel dan sejumlah negara di Eropa termasuk Belgia, Luxemburg, Switzerland dan Parlemen Eropa.
Kelebihan:
  1. Selain keuntungan yang melekat pada sistem PR umumnya, Daftar PR membuatnya lebih mungkin bahwa perwakilan dari budaya minoritas / kelompok akan dipilih. Pengalaman sejumlah negara demokrasi baru (misalnya Afrika Selatan, Indonesia, dan Sierra Leone) menunjukkan bahwa PR Daftar memberikan ruang politik yang memungkinkan pihak untuk memasang multiras, dan multi-etnis, daftar calon. Afrika Selatan terpilih Majelis Nasional pada tahun 1994 adalah 52 persen hitam (11 persen Zulu, sisanya adalah dari Xhosa, Sotho, Venda, Tswana, Pedi, Swazi, Ndebele Shangaan dan ekstraksi), 32% kulit putih (sepertiga Inggris berbahasa, dua pertiga berbahasa Afrikaans), 7 persen berwarna dan 8 persen India. Parlemen Namibia juga sama beragam, dengan perwakilan dari Ovambo, Damara, Herero, Nama, dan Baster (Inggris dan berbahasa Jerman) putih masyarakat.
  2. Daftar PR membuat lebih mungkin bahwa perempuan akan terpilih. PR pemilihan sistem hampir selalu lebih ramah terhadap pemilihan perempuan dari pluralitas / mayoritas sistem. Intinya, pihak dapat menggunakan daftar untuk mempromosikan kemajuan politisi perempuan dan memungkinkan pemilih ruang untuk memilih kandidat perempuan dengan tetap mendasarkan pilihan mereka pada masalah kebijakan selain jenis kelamin. Seperti disebutkan di atas, dalam distrik anggota tunggal, partai yang paling dianjurkan untuk memasang 'paling luas diterima' calon, dan orang itu jarang seorang wanita. Di semua wilayah di dunia, sistem PR lebih baik dari sistem FPTP dalam jumlah perempuan yang terpilih, dan 14 dari 20 negara teratas ketika datang ke representasi wanita menggunakan PR Daftar. Pada tahun 2004, jumlah wakil perempuan di legislatif dipilih oleh Daftar sistem PR adalah 4,3 persen lebih tinggi daripada rata-rata 15,2 persen untuk semua legislatif, sedangkan untuk legislatif dipilih oleh FPTP adalah 4,1 poin persentase lebih rendah.
Kekurangan:
  1. Lemahnya hubungan antara legislator terpilih dan konstituennya. Ketika Daftar PR digunakan, dan terutama ketika kursi dialokasikan dalam satu distrik nasional tunggal, seperti di Namibia atau Israel, sistem ini dikritik karena menghancurkan hubungan antara pemilih dan wakil mereka. Dimana daftar tertutup, pemilih tidak memiliki kesempatan untuk menentukan identitas orang yang akan mewakili mereka dan tidak ada perwakilan yang dapat diidentifikasi untuk, kabupaten kota atau desa, juga tidak dapat dengan mudah menolak perwakilan individu jika mereka merasa bahwa ia telah tampil buruk di kantor atau bukan jenis orang yang mereka ingin mewakili mereka - misalnya, panglima perang di negara-negara seperti Bosnia atau Afghanistan. Selain itu, di beberapa negara berkembang di mana masyarakat terutama pedesaan, identifikasi pemilih dengan wilayah tinggal mereka kadang-kadang jauh lebih kuat dari identifikasi mereka dengan partai politik atau pengelompokan. Kritik ini, bagaimanapun, mungkin lebih berhubungan dengan perbedaan antara sistem di mana para pemilih memilih partai dan sistem di mana mereka memilih calon.
  2. Kekuasaan digali berlebihan dalam kantor pusat partai dan di tangan senior partai kepemimpinan terutama dalam sistem daftar tertutup. Sebuah posisi kandidat dalam daftar partai, dan karena itu kemungkinannya keberhasilan, tergantung pada currying mendukung dengan bos partai, sementara hubungan mereka dengan pemilih adalah kepentingan sekunder. Dalam twist yang tidak biasa ke sistem Daftar PR, dalam partai Guyana mempublikasikan daftar kandidat mereka tidak peringkat tetapi hanya memerintahkan abjad. Hal ini memungkinkan ruang lingkup pemimpin partai bahkan lebih untuk menghargai kesetiaan dan menghukum kemerdekaan karena kursi hanya dialokasikan kepada individu setelah hasil pemungutan suara diketahui.
  3. Kebutuhan semacam partai atau kelompok politik diakui keberadaannya. Hal ini membuat PR Daftar sangat sulit untuk menerapkan dalam masyarakat-masyarakat yang tidak memiliki partai atau memiliki struktur partai embrionik dan sangat longgar, misalnya, banyak negara pulau di Pasifik. Meskipun secara teknis mungkin untuk memungkinkan calon independen untuk berjalan di bawah berbagai bentuk PR, sulit dan memperkenalkan sejumlah komplikasi tambahan, khususnya berkaitan dengan suara terbuang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Jumat, 17 Agustus 2012

Sistem pemilihan umum

Diposting oleh Herrista Anggie di 07.04

1. Sistem First Past The Post 
Sistem-sistem mayoritas/pluralitas didasarkan pada daerah-daerah pemilihan (distrik) didalam wilayah yang berada dibawah wewenang sebuah badan terpilih,  seperti DPRD II . Sistem ini dapat secara efektif diterapkan di distrik dengan wakil tunggal atau majemuk. Kandidat atau partai yang memenangkan jumlah  suara terbanyak (pluralitas) atau, mayoritas (apapun definisinya) dalam suatu  daerah pemilihan memenangkan semua posisi perwakilan untuk daerah pemilihan tersebut. 
Kelebihan:
    1. FPTP dapat mengkonsolidasi dan membatasi  jumlah partai, biasanya menjadi dua partai yang memiliki jangkauan luas, sehingga para pemilih memiliki pilihan yang jelas. Hal ini dapat membatasi kemungkinan adanya partai-partai yang ekstrim;
    2. Memiliki kecenderungan untuk menghasilkan pemerintahan yang kuat, dan berasal dari satu partai;
    3. Pemilihan dengan sistem FPTP cenderung membuat partai-partai bertanggungjawab atas tindakan-tindakan mereka;
    4. Dapat mendorong adanya  pihak oposisi untuk membuat pemerintah bertanggungjawab;
    5. Seperti sistem lain yang berdasarkan pada daerah pemilihan, dapat membuat hubungan yang erat antara pemilih dan wakilnya, juga lebih menjamin akuntabilitas wakil rakyat terhadap pemilihnya;
    6. Menyeimbangkan fokus antara partai politik dan para kandidat secara individual.
    7. Merupakan sistem yang sederhana untuk dimengerti dan digunakan oleh para pemilih, serta mudah dalam pelaksanaannya. 
Kekurangan:
    1. Kursi-kursi yang dimenangkan sangat tidak proporsional dengan  keseluruhan suara yang diperoleh dalam pemilu. Partai dengan jumlah suara mayoritas atau terbanyak, mungkin tidak mendapatkan mayoritas, atau bagian terbesar dari jumlah kursi yang ada. Partai dengan proporsi yang menonjol dari keseluruhan jumlah suara mungkin tidak mendapatkan kursi sama sekali;
    2. Proses  ‘pemenang memperoleh semua’ (the winner takes all) mengakibatkan sebagian besar dari suara yang ada terbuang. Para pemilih ini tidak terwakili dan partai-partai minoritas tidak terikut sertakan dalam perwakilan yang ‘adil’;
    3. Sistem pluralitas berarti bahwa kandidat yang menang mungkin hanya didukung oleh 30-40% pemilih, atau mungkin kurang dari itu;
    4. Sebagaimana lazimnya sistem distrik wakil tunggal, FPTP tidak memberikan insentif untuk kandidat-kandidat dari partai-partai minoritas;
    5. Menghalangi berkembangnya sistem multi partai yang pluralisits;
    6. Dapat menciptakan dominasi partai daerah dan mendorong adanya partai-partai yang berhaluan etnis/kesukuan;
    7. Tidak sensitif atau teramat sensitif terhadap perubahan opini publik
    8. Dapat dipengaruhi manipulasi dari batas-batas daerah pemilihan.
  1. Second Ballot System
Pada Second ballot system ini menggunakan tipe majoritarian atau distrik. Dimana sistem tersebut mempunyai single candidate constituencies dari single choice voting sebagaimana dalam sistem the first past the post.  Untuk menang, calon harus memenangi suara mayoritas mutlak minimal 50% + 1. Jika tidak ada calon yang memenangi suara mutlak, diadakan pemilihan ulang diantara dua calon yang memperoleh suara terbanyak.
Kelebihan:
1.      Sulit untuk pihak kecil (yang mungkin ekstrimis) untuk mendapatkan kontrol dari kekuasaan . Hal ini karena mayoritas sifat sistem.
2.      Hal ini menyebabkan non- koalisi pemerintah dimana beberapa orang percaya karena merupakan pemerintahan yang kuat.
3.      Jika suara pemilih yang terbuang pada calon yang kalah dalam pemilihan pertama maka mereka dapat membuat perbedaan dalam suara kedua.
Kekurangan:
1.      Tidak memungkinkan pihak kecil untuk mendapatkan pijakan dalam sistem politik negara . Misalnya, sayap kiri partai baru mungkin tidak dapat memperoleh dukungan yang cukup karena orang tidak percaya untuk memiliki kesempatan untuk mengambil pada pihak yang dominan.
2.      Menghasilkan suara taktis .
3.      Pihak yang terlibat dalam balapan mungkin membuat pakta untuk saling membantu. Daripada dua pihak berjuang untuk masuk ke dalam kekuasaan mereka mungkin bergabung untuk mengalahkan pihak dominan yang lebih (misalnya satu kandidat deliberatly mungkin drop out dari kedua pemungutan suara jika mereka buruk di pertama pemungutan suara dan membujuk mereka pendukung untuk memilih untuk oposisi di kembali untuk mendukung s jika mereka masuk ke dalam kekuasaan )
4.      Tidak proporsional dalam arti apapun.
5.      Limbah suara dalam pemungutan suara pertama.

3. Alternative Vote (Preferential Voting atau AV)
Sistem alternative vote biasanya diterapkan di Australia, dan di Nauru dalam bentuk yang telah dimodifikasi. Sistem ini juga pernah diterapkan di Fiji, hanya sekali, pada tahun 1999, dan juga di Papua Nugini dari tahun 1964 sampai 1975, ketika masih berada dibawah administrasi Australia. Sistem Alternative Vote biasanya menggunakan distrik wakil tunggal (dapat diterapkan untuk pemilu dengan distrik wakil majemuk, misalnya untuk Senat Australia sampai tahun 1949, sistem ini cenderung menghasilkan hasil yang lebih tidak berimbang dibandingkan dengan sistem-sistem Block Vote). Pada sistem full preferential voting, para pemilih harus mengurutkan semua kandidat sesuai urutan preferensi mereka (1,2,3,4, dan seterusnya). Pada sistem  optional preferential voting, para pemilih memiliki pilihan untuk menandai hanya satu kandidat atau memilih mengurutkan beberapa atau semua kandidat.
Pada sistem ‘ticket voting’ pemilih memilih sebuah partai politik, dan preferensi pemilih akan sama dengan urutan preferensi yang telah ditentukan partai yang bersangkutan, yang diumumkan oleh semua partai politik kepada pelaksana pemilu sebelum hari pemilihan.  
Pemenangnya adalah kandidat dengan perolehan 50% + 1 dari suara sah yang ada di distrik yang bersangkutan. Apabila ketentuan ini tidak tercapai dari preferensi pertama para pemilih, maka kandidat dengan jumlah pilihan pertama yang terrendah akan disingkirkan, dan pilihan kedua yang ditandai di kertas suara kandidat tersebut dibagikan ke kandidat lainnya. Proses eliminasi kandidat dengan jumlah suara terrendah dan membagikan kertas suaranya kepada kandidat lain yang tertinggal, dimana kepada mereka pemilih telah menentukan pilihan berikutnya, berlanjut sampai seorang kandidat memperoleh 50% + 1 total suara.

 Kelebihan:
    1. Sistem Alternative Vote memiliki kelebihan dalam mempererat hubungan pemilih dengan para wakil mereka, seperti juga halnya dalam sistem-sistem lain yang berdasar kepada distrik.
    2. Sistem Alternative Vote memungkinkan pemilih untuk mendapatkan lebih dari satu kesempatan untuk menentukan siapa yang akan menjadi wakil mereka, meskipun argumentasi ini menjadi kurang kuat apabila varian ‘ticket voting’ diterapkan.
    3. Berkat adanya persyaratan dukungan mayoritas bagi seorang kandidat untuk dapat terpilih, sistem ini memberikan legitimasi kuat kepada para kandidat yang terpilih.
    4. Mendorong adanya kerjasama antar partai politik dan mengurangi efek-efek ekstrimisme.
    5. Memungkinkan partai-partai kecil terfokus untuk berkoordinasi tanpa harus beraliansi secara formal.
    6. Lebih murah untuk dilaksanakan dibandingkan dengan sistem majority yang lain seperti sistem dua putaran.
  Kekurangan:
    1. Hasilnya tidak proporsional, seringkali memberi peluang bagi terbentuknya suatu pemerintahan yang dikuasai suatu partai dengan proporsi suara yang lebih kecil dalam total jumlah suara.
    2. Sistem-sistem Alternative Vote ini seringkali memberikan kemenangan kepada kandidat yang tidak memperoleh suara preferensi teratas pertama dan justru kandidat yang memperoleh suara preferensi teratas kedua dan ketiga sering menjadi pemenang.
    3. Membutuhkan tingkat melek-huruf dan numerasi yang tinggi diantara populasi pemilih. Apabila tidak terpenuhi dapat menimbulkan banyaknya suara yang tidak sah sehingga akhirnya legitimasi pemilu dipertanyakan.
    4. Membutuhkan program pendidikan pemilih yang lebih rumit dan intensif.
    5. Kertas suara untuk distrik pemilihan harus dikumpulkan di suatu lokasi untuk penghitungan suara dan penentuan hasil  sesuai sistem ini. Hal ini menimbulkan implikasi pada aspek keamanan, transparansi dan logistik.
    6. Kerumitan penghitungan suara mungkin melebihi kapasitas pelatihan dan penerapan administrator pemilu, dan tidak sepenuhnya dapat dipahami partai dan para pengamat. Bahkan dalam situasi yang ideal pun, akan membutuhkan waktu lama untuk menentukan pemenang. Ini bukanlah sistem yang mudah dan sederhana.
    7. Membuka peluang bagi adanya kesepakatan-kesepakatan bawah tangan dan praktek politik uang untuk menunjang upaya partai politik untuk mempengaruhi preferensi pemilih.
    8. Dapat dipengaruhi oleh manipulasi batas-batas daerah pemilihan.
4. Additional Member System (AMS)
Seperti AV, AMS adalah sistem campuran, yang menggabungkan pemilu konstituensi sederhana dan komponen proporsional yang dipilih secara langsung. Pemilih melemparkan dua suara sampai satu untuk seorang anggota parlemen dan satu suara konstituen partai.
Kelebihan:
1.      Ini mempertahankan keuntungan dari sistem single-member konstituen sederhana dan membantu menyeimbangkan hasil yang tidak proporsional ini dapat menghasilkan.
2.       Dengan menyediakan untuk pesta memilih yang terbaik mencerminkan realitas suara modern: bahwa partai kembali pemilih daripada kandidat individu.
3.      Sebuah "ambang" kualifikasi pada suara partai memastikan bahwa ekstrimis, yang menang kurang dari 5% suara misalnya, masih dikecualikan dari parlemen.
Kekurangan:
1.      Setengah dari anggota parlemen, pada dasarnya, dipilih oleh kepemimpinan partai mereka dan tetap tidak akuntabel untuk setiap pemilih individu. Kekuatan demokratis patronase partai besar-besaran meningkat dan dua jenis yang sangat berbeda dari anggota parlemen dikembalikan ke parlemen.
2.      Dua suara terpisah, sehingga suara, kedua proporsional murni hanya meringankan, bukan mengoreksi, ketidakseimbangan pemilihan konstituen sederhana.
3.       Di Jerman, itu telah menciptakan kuat, pemerintahan stabil, tetapi ini tidak pernah pemerintah partai tunggal.
4.      Seperti koalisi lain pembentuk sistem PR, ia cenderung untuk memberikan pihak, kecil sentris besar membuat kesepakatan kekuasaan, karena partai-partai yang lebih besar perlu dukungan mereka untuk membentuk pemerintah mayoritas

5.  Single Transferable Vote System (STV),
STV adalah sebuah sistem pemungutan suara preferensial (seperti AV) dalam multi-member konstituen. Pemilih peringkat kandidat sesuai dengan preferensi mereka, dan konstituen masing-masing memilih antara tiga dan lima anggota parlemen, tergantung pada ukurannya. Mereka kandidat mencapai kuota tertentu dari suara yang terpilih. Surplus suara untuk calon terpilih dan perolehan suara untuk calon didukung sedikitnya yang didistribusikan atas dasar pilihan kedua dari suara pemilih. Proses ini berlanjut sampai jumlah anggota parlemen mencapai kuota yang diperlukan dan dikembalikan ke parlemen.
Di bawah sistem ini, setiap negara dibagi menjadi multi-member konstituen yang masing-masing memiliki sekitar empat atau lima wakil. Pihak diajukan sebagai kandidat sebanyak yang mereka pikir bisa menang dalam pemilihan masing-masing. Pemilih peringkat mereka preferensi antara kandidat dalam mode ordinal Jumlah total suara yang dihitung, dan kemudian membagi jumlah kursi ini jumlah suara dalam pemilihan untuk menghasilkan kuota. Untuk dipilih, kandidat harus mencapai kuota minimum. Ketika pilihan pertama yang dihitung, jika tidak ada kandidat mencapai kuota, maka calon dengan suara paling tidak dihilangkan, dan suara mereka di distribusikan dengan preferensi kedua. Proses ini berlanjut sampai semua kursi terisi.Pendukung berpendapat bahwa dengan memungkinkan warga untuk mengidentifikasi urutan peringkat untuk preferensi mereka dalam partai-partai, atau oleh suara-membelah mereka suara di pihak yang berbeda, STV memberikan kebebasan pilihan yang lebih besar selain systems lain.Apalagi dengan mempertahankan proporsionalitas, aturan ini juga menghasilkan hasil yang adil dalam halrasio suara untuk kursi.
Kelebihan:
1.      STV adalah salah satu sistem yang paling proporsional, menghasilkan hasil yang erat mencerminkan distribusi suara.
2.      Di Inggris, pemerintah hampir pasti harus koalisi partai, yang bisa berakhir adversarialism merusak (oposisi demi oposisi) dan menghasilkan pemerintah konsensual dan moderat, lebih baik yang mencerminkan keinginan rakyat.
3.      Ini mempertahankan hubungan konstituen dan, dibandingkan dengan sistem voting lainnya, memastikan bahwa banyak pemilih lebih cenderung memiliki suara yang berarti yang membantu memilih MP dari konstituensi mereka yang mewakili pandangan mereka.
Kekurangan:
1.      Penentang STV berpendapat bahwa pemerintah koalisi tersebut ada kemungkinan untuk menghasilkan di Inggris akan menjadi lemah, dibagi dan ragu-ragu.
2.      Pemerintah Koalisi cenderung dibuat oleh kesepakatan politik di "kamar penuh asap" yang pemilih tidak memiliki kontrol atas.
3.      Pemerintah yang muncul ber-uang tidak ada hubungannya dengan pihak individu pemilih yang paling mendukung.
4.      STV juga merupakan sistem yang kompleks yang dapat membingungkan pemilih dan memakan waktu beberapa hari untuk menghitung.
5.      Besar multi-member konstituen mengikis hubungan yang jelas dan langsung antara pemilih dan MP mereka di anggota tunggal konstituen.

6. Party List System
Secara Keseluruhan negara dianggap sebagai sebuah daerah pemilihan tunggal atau manakala ada regionalisasi, pengelompokan ini dianggap sebagai daerah-daerah pemilihan. Dalam sistem ini partai-partai yang ada menempatkan calonnya sesuai nomor urut. Ambang batas (thres hold) ditetapkan untuk mencegah penyimpangan dari orang-orang yang tidak dikehendaki. Biasanya sistem ini digunakan oleh negara Israel dan sejumlah negara di Eropa termasuk Belgia, Luxemburg, Switzerland dan Parlemen Eropa.
Kelebihan:
  1. Selain keuntungan yang melekat pada sistem PR umumnya, Daftar PR membuatnya lebih mungkin bahwa perwakilan dari budaya minoritas / kelompok akan dipilih. Pengalaman sejumlah negara demokrasi baru (misalnya Afrika Selatan, Indonesia, dan Sierra Leone) menunjukkan bahwa PR Daftar memberikan ruang politik yang memungkinkan pihak untuk memasang multiras, dan multi-etnis, daftar calon. Afrika Selatan terpilih Majelis Nasional pada tahun 1994 adalah 52 persen hitam (11 persen Zulu, sisanya adalah dari Xhosa, Sotho, Venda, Tswana, Pedi, Swazi, Ndebele Shangaan dan ekstraksi), 32% kulit putih (sepertiga Inggris berbahasa, dua pertiga berbahasa Afrikaans), 7 persen berwarna dan 8 persen India. Parlemen Namibia juga sama beragam, dengan perwakilan dari Ovambo, Damara, Herero, Nama, dan Baster (Inggris dan berbahasa Jerman) putih masyarakat.
  2. Daftar PR membuat lebih mungkin bahwa perempuan akan terpilih. PR pemilihan sistem hampir selalu lebih ramah terhadap pemilihan perempuan dari pluralitas / mayoritas sistem. Intinya, pihak dapat menggunakan daftar untuk mempromosikan kemajuan politisi perempuan dan memungkinkan pemilih ruang untuk memilih kandidat perempuan dengan tetap mendasarkan pilihan mereka pada masalah kebijakan selain jenis kelamin. Seperti disebutkan di atas, dalam distrik anggota tunggal, partai yang paling dianjurkan untuk memasang 'paling luas diterima' calon, dan orang itu jarang seorang wanita. Di semua wilayah di dunia, sistem PR lebih baik dari sistem FPTP dalam jumlah perempuan yang terpilih, dan 14 dari 20 negara teratas ketika datang ke representasi wanita menggunakan PR Daftar. Pada tahun 2004, jumlah wakil perempuan di legislatif dipilih oleh Daftar sistem PR adalah 4,3 persen lebih tinggi daripada rata-rata 15,2 persen untuk semua legislatif, sedangkan untuk legislatif dipilih oleh FPTP adalah 4,1 poin persentase lebih rendah.
Kekurangan:
  1. Lemahnya hubungan antara legislator terpilih dan konstituennya. Ketika Daftar PR digunakan, dan terutama ketika kursi dialokasikan dalam satu distrik nasional tunggal, seperti di Namibia atau Israel, sistem ini dikritik karena menghancurkan hubungan antara pemilih dan wakil mereka. Dimana daftar tertutup, pemilih tidak memiliki kesempatan untuk menentukan identitas orang yang akan mewakili mereka dan tidak ada perwakilan yang dapat diidentifikasi untuk, kabupaten kota atau desa, juga tidak dapat dengan mudah menolak perwakilan individu jika mereka merasa bahwa ia telah tampil buruk di kantor atau bukan jenis orang yang mereka ingin mewakili mereka - misalnya, panglima perang di negara-negara seperti Bosnia atau Afghanistan. Selain itu, di beberapa negara berkembang di mana masyarakat terutama pedesaan, identifikasi pemilih dengan wilayah tinggal mereka kadang-kadang jauh lebih kuat dari identifikasi mereka dengan partai politik atau pengelompokan. Kritik ini, bagaimanapun, mungkin lebih berhubungan dengan perbedaan antara sistem di mana para pemilih memilih partai dan sistem di mana mereka memilih calon.
  2. Kekuasaan digali berlebihan dalam kantor pusat partai dan di tangan senior partai kepemimpinan terutama dalam sistem daftar tertutup. Sebuah posisi kandidat dalam daftar partai, dan karena itu kemungkinannya keberhasilan, tergantung pada currying mendukung dengan bos partai, sementara hubungan mereka dengan pemilih adalah kepentingan sekunder. Dalam twist yang tidak biasa ke sistem Daftar PR, dalam partai Guyana mempublikasikan daftar kandidat mereka tidak peringkat tetapi hanya memerintahkan abjad. Hal ini memungkinkan ruang lingkup pemimpin partai bahkan lebih untuk menghargai kesetiaan dan menghukum kemerdekaan karena kursi hanya dialokasikan kepada individu setelah hasil pemungutan suara diketahui.
  3. Kebutuhan semacam partai atau kelompok politik diakui keberadaannya. Hal ini membuat PR Daftar sangat sulit untuk menerapkan dalam masyarakat-masyarakat yang tidak memiliki partai atau memiliki struktur partai embrionik dan sangat longgar, misalnya, banyak negara pulau di Pasifik. Meskipun secara teknis mungkin untuk memungkinkan calon independen untuk berjalan di bawah berbagai bentuk PR, sulit dan memperkenalkan sejumlah komplikasi tambahan, khususnya berkaitan dengan suara terbuang.

0 komentar on "Sistem pemilihan umum"

Posting Komentar