Transparansi Pelayanan Publik


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Globalisasi telah memicu peningkatan kesadaran secara global di semua sektor kehidupan masyarakat dunia yang wujudnya dalam bentuk pergeseran cara berfikir dan bertindak sehingga mempengaruhi semua dinamika sektor dan perilaku kehidupan masyarakat. Salah satu pergeseran berfikir tersebut adalah tuntutan bagaimana menyediakan pelayanan publik bermutu tinggi sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat bangsa, yang saat ini kemudian menjadi tema sentral paradigma baru dari pelayanan publik (Bijah Subijanto, 2007). Sementara itu berdasarkan kesimpulan Bank Dunia dalam laporan World Development Report 2004 dan hasil penelitian Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002 ternyata menggambarkan pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah.  Terdapat tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang mendukung kesimpulan tersebut. Pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Dan ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidak pastian.
      Sementara UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik baru saja memperoleh pengesahan di DPR pada tanggal 23 Juni 2009 setelah hampir empat tahun perjuangan yang amat meletihkan. Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik yang prima. Dengan demikian, perlu dikaji berbagai variasi model pelakasanaan pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik Pemerintah Daerah dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, dan tulisan paper berikut ini akan berusaha untuk menjelaskan proses tersebut.

1.2  Rumusan masalah
1.      Mengapa transparansi pelayanan publik itu penting?
2.      Apa konsep transparansi pelayanan publik?
3.      Bagaimana transparansi diterapkan dalam pelayanan publik?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pentingnya transparansi pelayanan publik.
2.      Untuk mengetahui konsep transparansi pelayanan publik.
3.      Untuk mengetahui penerapan transparansi dalam pelayanan publik.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pentingnya Transparansi Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang / kelompok orang atau institusi tertentu untuk memberikan kemudahan dan bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Miftah Thoha, 1991). Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Lonsdale dan Enyedi mengartikan service sebagai assisting or benefitting individuals through making useful things available to them. Sedangkan public service diberi makna sebagai something made available to the whole of population, and it involves things which people can not normally provide for themselves i. e people must act collectively (Lonsdale and Enyedi : 1991, 3). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelayanan publik merupakan suatu upaya membantu atau memberi manfaat kepada publik melalui penyediaan barang dan atau jasa yang diperlukan oleh mereka.
Pada sektor publik, terminologi pelayanan pemerintah (government service) diartikan sebagai pemberian pelayanan oleh agen pemerintah melalui pegawainya (the delivery of a service by a government agency using its own employees (Savas, 1987 : 62). Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keaneka ragaman kepentingan dan tujuan. Pelayanan publik adalah representasi dari eksistensi birokrasi pemerintahan, karena berkenaan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan. Di masa lalu, paradigma pelayanan publik lebih memberi peran yang sangat besar kepada pemerintah sebagai sole provider, peran pihak di luar pemerintah tidak pernah mendapat tempat atau termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya memiliki sedikit peran dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Transparansi merupakan konsep yang sangat penting dan menjadi semakin penting- seiring dengan semakin kuatnya keinginan untuk terus mengembangkan praktik good governance- yang mensyaratkan adanya ruang khusus transparansi dalam seluruh proses penyelenggaraan ke pemerintahan dan pelayanan kemasyarakatan. Dengan kata lain- pemerintah pada setiap tingkatan, terutama pada level layanan yang bersentuhan langsung dengan penerima manfaat layanan- dituntut untuk terbuka dan menggaransi ruang yang dapat diakses oleh stakeholder’s terhadap berbagai sumber informasi tentang proses kebijakan publik- alokasi anggaran untuk pelaksanaan kebijakan dimaksud serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kebijakan tersebut. Sejumlah point informasi mengenai tindakan pemberi layanan, misalnya : alasan yang melatar belakangi tindakan, bentuk tindakan yang diharuskan serta waktu dan cara melakukan tindakan dimaksud- harus tersedia bagi stakeholders dan masyarakat luas. Dengan leluasa mengakses berbagai informasi, secara tidak langsung dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat untuk turut menilai sejauh mana keberpihakan pemerintahnya- telah mengakomodir kebutuhan dasar yang selama ini- menjadi harapan masyarakat.
Terhadap alokasi anggaran misalnya- masyarakat dan stakeholders berhak memperoleh informasi dari mana sumber anggaran diperoleh, berapa jumlah dana yang dialokasikan serta apakah pemerintah membelanjakan anggaran sedemikian itu- untuk kepentingan masyarakat luas ataukah hanya untuk sekelompok orang tertentu yang memberikan keuntungan daur ulang bagi dirinya sendiri ataukah hanya untuk kepentingan oknum- oknum aparat layanan tertentu saja. Lebih dari itu- masyarakat dan stakeholders semakin perlu untuk mengetahui, apakah kebijakan yang diterapkan tersebut beserta sejumlah resourches yang mendukungnya, benar- benar menghasilkan kinerja yang terukur sesuai yang diharapkan atau tidak. Pengalaman adalah guru terbaik- kata orang bijak dan karena lasan tertentu, banyak kebijakan yang telah direncanakan tidak dapat dijalankan seperti yang direncanakan maupun banyak belanja yang digelontorkan- tidak seperti yang diharapkan.
2.2   Konsep Transparansi Pelayanan Publik
            Konsep transparansi menunjuk pada suatu keadaan dimana segala aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan bersifat terbuka dan dapat diketahui dengan mudah oleh para pengguna dan stakeholders yang membutuhkan. Jika segala aspek proses penyelenggaraan pelayanan seperti persyaratan, biaya dan waktu yang diperlukan,cara pelayanan, serta hak dan kewajiban penyelenggara dan pengguna layanan dipublikasikan secara terbuka sehingga mudah diakses dan dipahami oleh publik, maka praktik penyelenggaraan pelayanan itu dapat dinilai memiliki transparansi yang tinggi. Sebaliknya, kalau sebagian atau semua aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan itu tertutup dan informasinya sulit diperoleh oleh para pengguna dan stakeholders lainnya,maka penyelenggaraan pelayanan itu tidak memenuhi kaidah transparansi.
            Karena itu, setidaknya ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur transparansi pelayanan publik.Indikator pertama adalah mengukur tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik. Penilaian terhadap tingkat keterbukaan disini meliputi seluruh proses pelayanan publik, termasuk di dalamnya adalah persyaratan,biaya dan waktu yang dibutuhkan serta mekanisme atau prosedur pelayanan yang harus dipenuhi. Persyaratan pelayanan harus dipublikasikan secara terbuka dan mudah diketahui oleh para pengguna. Penyelenggaraan layanan harus berusaha menjelaskan kepada para pengguna mengenai persyaratan yang harus dipenuhi beserta alasan diperlukannya persyaratan itu dalam proses pelayanan.
            Banyak pelayanan publik yang persyaratannya tidak diketahui secara pasti oleh warga pengguna. Para penyelenggara sering kali merasa tidak bertanggung jawab untuk menyebarluaskan informasi mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pengguna. Mereka mengganggap bahwa mengetahui persyaratan pelayanan sepenuhnya menjadi urusan pengguna layanan, bukan menjadi bagian dari tanggung jawab dan peran mereka sebagai penyelenggara layanan. Kalaupun mereka mengganggap perlu menjelaskan persyaratan pelayanan, mereka cukup melakukannya dengan menempel pengunguman di papan tulis yang terdapat diruang tunggu atau disekitar tempat penyelenggaraan layanan. Bagi mereka, menempel di papan pengunguman ini dianggap sudah cukup.
            Pada kenyataannya, para pengguna seringkali tidak mengetahuinya karena mereka tidak bisa membaca, memahami, atau bahkan tidak melihat papan pengunguman yang ada karena diletakkan di tempat yang tidak strategis. Karena itu, untuk hal-hal yang sangat penting seperti persyaratan, biaya, dan waktu yang diperlukan dalam proses pelayanan, para petugas pemberi layanan perlu menjelaskannya kembali, atau setidak-tidaknya mengecek kembali ketika berinteraksi dengan para pengguna. Menjelaskan kepada para pengguna mengenai berbagai aspek penting dalam proses upaya penyebarluasan informasi pelayanan yang dilakukan Dinas Perizinan dan Penanaman Modal (DPPM) Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur.
            Indikator kedua dari transparansi menunjuk pada seberapa mudah peraturan dan prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang lain. Maksud dari dipahami di sini bukan hanya dalam artiliteral semata tetapi juga makna dibalik semua prosedur dan peraturan itu. Penjelasan mengenai persyaratan, prosedur, biaya dan waktu yang diperlukan sebagaimana adanya merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna. Jika rasionalitas dari semua hal itu dapat diketahui dan diterima oleh para pengguna, maka kepatuhan terhadap prosedur dan aturan akan mudah diwujudkan.
Indikator ketiga dari transparansi pelayanan adalah kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Semakin mudah pengguna memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik semakin tinggi transparansi. Dengan menggunakan ketiga dimensi transparansi tersebut maka penilaian terhadap transparansi pelayanan publik dapat dilakukan secara lebih lengkap. Selama ini rezim pelayanan sering mengklaim dirinya telah bertindak transparan ketika hanya menempel papan pengunguman, misalnya berisi mengenai besaran biaya dan prosedur pelayanan, diloket pelayanan. Tentu mengungumkan biaya dan prosedur pelayanan secara terbuka ditempat yang mudah diakses oleh para pengguna adalah sesuatu yang baik dan menjadi bagian dari transparansi pelayanan. Namun, hal tersebut belumlah cukup.
2.3  Transparansi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Transparansi dalam konteks penyelenggaraan pelayanan publik adalah terbuka, mudah, dan  dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti (Ratminto, Winarsih, 2005 : 19). Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima kebutuhan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Ratminto dan Winarsih, 2005 : 18). Jadi secara konseptual, transparansi dalam penyelenggaraan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan. Desentralisasi merupakan konsekuensi dari demokrasi, dan tujuannya adalah membangun good governance mulai dari akan rumput politik. Desentralisasi inilah yang menghasilkan local government (pemerintahan daerah) (Grosroos, 2001 : 59). Dalam konsep good governance tersebut, ada 3 aktor yang bermain, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat (Wibawa dan Yuyun, 2002 : 39). Pemerintah di sini berfungsi untuk memediasi kepentingan-kepentingan yang antara lain berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan publik (Pamudji, 2000 : 23), dan menurut Zeithaml dan Berry (2001 : 67) pelayanan publik itu harus dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah dengan sebaik-baiknya, transparan, dan akuntabel agar tidak merugikan warga yang dilayani. Pelayanan publik yang transparan adalah merupakan salah satu prinsip dalam perwujudan good governance (pemerintahan yang baik).
Di Indonesia, penyelenggaraan pelayanan publik secara umum didasarkan pada filosofi dari UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004. Khusus untuk kebijakan transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dijabarkan dalam Kep. Menpan RI No. KEP/26/ M.PAN/2/ 2004. Maksud ditetapkan Keputusan tersebut adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi pelayanan yang meliputi pelaksanaan prosedur, persyaratan teknis dan administratif, biaya, waktu, akta/janji, motto pelayanan, lokasi, standar pelayan an, informasi, serta pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyeleng gara pelayanan publik dalam melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas dan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.
Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik adalah  pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuh kan informasi. Transparansi dibangun dalam suasana adanya aliran informasi yang bebas. Dalam suasana ini, proses, institusi, dan informasi dapat secara langsung di akses oleh mereka yang berkepentingan. Di samping itu, juga tersedia cukup informasi untuk memahami dan memonitor ketiga hal itu (Hamdi, 2001 : 52-51). Menurut Riswandha (2003 : 59), transparansi adalah rakyat paham akan keseluruhan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah. Jadi, transparansi itu berarti bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. Transparansi mensyaratkan bahwa pelaksana pelayanan publik memiliki pengetahuan tentang permasalahan dan informasi yang relevan dengan yang kegiatan pelayanan.
Dalam konteks transparansi pelaksana pelayanan publik, pelaksana harus terbuka pada setiap tindakannya dan siap menerima kritikan maupun masukan, terutama yang dapat dari masyarakat adalah merupakan kebutuhan utama adar agar aparatur memahami aspirasi riil masyarakat. Keterbukaan sangat diperlukan untuk mengurangi peluang timbulnya perilaku aparatur yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Selanjutnya, menurut Ratminto dan Winasih (2005 : 209-216), paling tidak ada 10 (sepuluh) dimensi atau kondisi aktual yang diharapkan terjadi dalam transparansi penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu :
  1. Manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat. Transparansi terhadap manajemen dan penyeleng garaan pelayanan publik meliputi kebijakan, peren canaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengen dalian oleh masyarakat. Kegiatan tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.
  2. Prosedur pelayanan harus dibuat dalam bentuk Bagan Alir. Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan. Prosedur pelayanan publik harus sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilak sanakan, serta diwujudkan dalam bentuk Flow Chart (Bagan Alir) yang dipampang dalam ruangan pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena berfungsi sebagai berikut :
(a) Petunjuk kerja bagi pemberi pelayanan.
(b) Informasi bagi penerima pelayanan.
(c)Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur pelayanan kepada penerima pelayanan.
(d) Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien.
(e) Pengendali (kontrol) dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan penilaian/pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Bagan Alir adalah sebagai berikut :
 (a) Bagan Alir harus mampu menggambarkan proses pelayanan, petugas/pejabat yang  bertanggung jawab untuk setiap tahap pelayanan, unit kerja terkait, waktu, dan 3. dokumen yang diperlukan, dimulai dari penerimaan berkas permohonan sampai dengan selesainya proses pelayanan.
(b) Model Bagan Alir dapat berbentuk bulat, kotak, dan tanda panah atau disesuaikan dengan kebutuhan unit kerja masing-masing.
(c) Ukuran Bagan Alir disesuaikan dengan luas ruangan, ditulis dalam huruf cetak dan mudah dibaca dalam jarak pandang minimal 3 (tiga) meter oleh penerima pelayanan atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
(d) Bagan Alir diletakkan pada tempat yang mudah dilihat oleh penerima pelayanan.
3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam 4. menentukan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis pelakanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkait dengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
4. Kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan per undang-undangan. Kepastian dan rincian biaya pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon/penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas menge lola keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan per undang-undangan. Kepastian dan rincian biaya pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon/penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas menge lola keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.
5. Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan publik mulai dari di lengkapinya/ di penuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Unit pelayanan instansi pemerintah dalam mem berikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kaii mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap (melak sanakan asas First in First Out/ FIFO). Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletak kan di depan loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang mini mum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
6. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan harus ditetapkan secara formal berdasarkan SK. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan dan atau menye lesaikan keluhan/
7. persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas. Pejabat/petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugas an dari pejabat yang berwenang. Pejabat/petugas yang memberikan pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif ter hadap penerima pelayanan dengan memperhatikan sebagai berikut :
(a)   Aspek psikologi dan komunikasi, serta perilaku melayani.
(b) Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan, dan dapat   mengubah keluhan penerima pelayanan menjadi senyuman.
(c) Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap tubuh, mimik, dan pandangan mata.
(d) Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebu tuhan penerima pelayanan.
(e) Berada di tempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.
8. Lokasi pelayanan harus jelas. Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai termasuk penye diaan sarana telekomunikasi dan informatika (telematika). Untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan, dapat membentuk Unit Pelayanan Ter padu atau pos-pos pelayanan di Kantor Kelurahan/ Desa/Kecamatan serta di tempat-tempat strategis lainnya.
9. Janji pelayanan harus tertulis secara jelas. Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja pelayanan instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji pelayanan tertulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya mengenai standar kualitas pelayanan. Dapat pula dibuat "Motto Pelayanan", dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan. Akta/janji, motto pelayanan tersebut harus diinfor masikan dan ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
10.Standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada masyarakat. Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasi kan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.
11.Informasi Pelayanan harus dipublikasikan dan disosialisasikan pada masyarakat melalui media. Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib mempublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/ janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan di atas. Publikasi dan atau sosialisasi tersebut di atas melalui antara lain, media cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (Website, Home Page, Situs Internet, Radio, TV), media gambar dan atau penyuluhan secara langsung kepada masyarakat.





















BAB III

PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Transparansi dalam penyelenggaraan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan. Untuk mencapai hal di atas, diperlukan kondisi aktual seperti : manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat; prosedur pelayanan  harus dibuat dalam bentuk Bagan Alir; persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat; kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat; kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat; pejabat/ petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan harus ditetapkan secara formal berdasarkan SK; lokasi pelayanan harus jelas; janji (motto) pelayanan harus tertulis secara jelas; standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada masyarakat; serta informasi pelayanan harus dipublikasikan dan disosialisasikan pada masyarakat melalui media. Selain itu, diperlukan juga sejumlah faktor penunjang seperti dukungan kebijakan, ketersediaan teknologi, kemampuan pegawai, dukungan dan kesadaran warga, kecukupan anggaran, komitmen pegawai, pengawasan dan sanksi, budaya kerja, dan pola pelayanan yang tepat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

1 komentar:

milkhabelau mengatakan...

Trima kasih buat infonya.
Tpi Sumbernya dari mana aja?

Posting Komentar

Senin, 28 Mei 2012

Transparansi Pelayanan Publik

Diposting oleh Herrista Anggie di 19.40

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Globalisasi telah memicu peningkatan kesadaran secara global di semua sektor kehidupan masyarakat dunia yang wujudnya dalam bentuk pergeseran cara berfikir dan bertindak sehingga mempengaruhi semua dinamika sektor dan perilaku kehidupan masyarakat. Salah satu pergeseran berfikir tersebut adalah tuntutan bagaimana menyediakan pelayanan publik bermutu tinggi sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakat bangsa, yang saat ini kemudian menjadi tema sentral paradigma baru dari pelayanan publik (Bijah Subijanto, 2007). Sementara itu berdasarkan kesimpulan Bank Dunia dalam laporan World Development Report 2004 dan hasil penelitian Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002 ternyata menggambarkan pelayanan publik di Indonesia masih sangat rendah.  Terdapat tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang mendukung kesimpulan tersebut. Pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Dan ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidak pastian.
      Sementara UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik baru saja memperoleh pengesahan di DPR pada tanggal 23 Juni 2009 setelah hampir empat tahun perjuangan yang amat meletihkan. Situasi di atas memicu gagasan perlu ada upaya mengubah cara berfikir dan bertindak dalam meningkatkan mutu pelayanan publik. Perlu dicari kunci yang tepat bagi aparatur pemerintahan RI untuk membuka pikiran dan hati agar tidak terbelenggu dengan paradigma berfikir yang kurang mendukung dalam pencapaian pelayanan publik yang prima. Dengan demikian, perlu dikaji berbagai variasi model pelakasanaan pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik Pemerintah Daerah dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, dan tulisan paper berikut ini akan berusaha untuk menjelaskan proses tersebut.

1.2  Rumusan masalah
1.      Mengapa transparansi pelayanan publik itu penting?
2.      Apa konsep transparansi pelayanan publik?
3.      Bagaimana transparansi diterapkan dalam pelayanan publik?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pentingnya transparansi pelayanan publik.
2.      Untuk mengetahui konsep transparansi pelayanan publik.
3.      Untuk mengetahui penerapan transparansi dalam pelayanan publik.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pentingnya Transparansi Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang / kelompok orang atau institusi tertentu untuk memberikan kemudahan dan bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Miftah Thoha, 1991). Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Lonsdale dan Enyedi mengartikan service sebagai assisting or benefitting individuals through making useful things available to them. Sedangkan public service diberi makna sebagai something made available to the whole of population, and it involves things which people can not normally provide for themselves i. e people must act collectively (Lonsdale and Enyedi : 1991, 3). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelayanan publik merupakan suatu upaya membantu atau memberi manfaat kepada publik melalui penyediaan barang dan atau jasa yang diperlukan oleh mereka.
Pada sektor publik, terminologi pelayanan pemerintah (government service) diartikan sebagai pemberian pelayanan oleh agen pemerintah melalui pegawainya (the delivery of a service by a government agency using its own employees (Savas, 1987 : 62). Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keaneka ragaman kepentingan dan tujuan. Pelayanan publik adalah representasi dari eksistensi birokrasi pemerintahan, karena berkenaan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan. Di masa lalu, paradigma pelayanan publik lebih memberi peran yang sangat besar kepada pemerintah sebagai sole provider, peran pihak di luar pemerintah tidak pernah mendapat tempat atau termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya memiliki sedikit peran dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Transparansi merupakan konsep yang sangat penting dan menjadi semakin penting- seiring dengan semakin kuatnya keinginan untuk terus mengembangkan praktik good governance- yang mensyaratkan adanya ruang khusus transparansi dalam seluruh proses penyelenggaraan ke pemerintahan dan pelayanan kemasyarakatan. Dengan kata lain- pemerintah pada setiap tingkatan, terutama pada level layanan yang bersentuhan langsung dengan penerima manfaat layanan- dituntut untuk terbuka dan menggaransi ruang yang dapat diakses oleh stakeholder’s terhadap berbagai sumber informasi tentang proses kebijakan publik- alokasi anggaran untuk pelaksanaan kebijakan dimaksud serta pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan kebijakan tersebut. Sejumlah point informasi mengenai tindakan pemberi layanan, misalnya : alasan yang melatar belakangi tindakan, bentuk tindakan yang diharuskan serta waktu dan cara melakukan tindakan dimaksud- harus tersedia bagi stakeholders dan masyarakat luas. Dengan leluasa mengakses berbagai informasi, secara tidak langsung dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat untuk turut menilai sejauh mana keberpihakan pemerintahnya- telah mengakomodir kebutuhan dasar yang selama ini- menjadi harapan masyarakat.
Terhadap alokasi anggaran misalnya- masyarakat dan stakeholders berhak memperoleh informasi dari mana sumber anggaran diperoleh, berapa jumlah dana yang dialokasikan serta apakah pemerintah membelanjakan anggaran sedemikian itu- untuk kepentingan masyarakat luas ataukah hanya untuk sekelompok orang tertentu yang memberikan keuntungan daur ulang bagi dirinya sendiri ataukah hanya untuk kepentingan oknum- oknum aparat layanan tertentu saja. Lebih dari itu- masyarakat dan stakeholders semakin perlu untuk mengetahui, apakah kebijakan yang diterapkan tersebut beserta sejumlah resourches yang mendukungnya, benar- benar menghasilkan kinerja yang terukur sesuai yang diharapkan atau tidak. Pengalaman adalah guru terbaik- kata orang bijak dan karena lasan tertentu, banyak kebijakan yang telah direncanakan tidak dapat dijalankan seperti yang direncanakan maupun banyak belanja yang digelontorkan- tidak seperti yang diharapkan.
2.2   Konsep Transparansi Pelayanan Publik
            Konsep transparansi menunjuk pada suatu keadaan dimana segala aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan bersifat terbuka dan dapat diketahui dengan mudah oleh para pengguna dan stakeholders yang membutuhkan. Jika segala aspek proses penyelenggaraan pelayanan seperti persyaratan, biaya dan waktu yang diperlukan,cara pelayanan, serta hak dan kewajiban penyelenggara dan pengguna layanan dipublikasikan secara terbuka sehingga mudah diakses dan dipahami oleh publik, maka praktik penyelenggaraan pelayanan itu dapat dinilai memiliki transparansi yang tinggi. Sebaliknya, kalau sebagian atau semua aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan itu tertutup dan informasinya sulit diperoleh oleh para pengguna dan stakeholders lainnya,maka penyelenggaraan pelayanan itu tidak memenuhi kaidah transparansi.
            Karena itu, setidaknya ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur transparansi pelayanan publik.Indikator pertama adalah mengukur tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik. Penilaian terhadap tingkat keterbukaan disini meliputi seluruh proses pelayanan publik, termasuk di dalamnya adalah persyaratan,biaya dan waktu yang dibutuhkan serta mekanisme atau prosedur pelayanan yang harus dipenuhi. Persyaratan pelayanan harus dipublikasikan secara terbuka dan mudah diketahui oleh para pengguna. Penyelenggaraan layanan harus berusaha menjelaskan kepada para pengguna mengenai persyaratan yang harus dipenuhi beserta alasan diperlukannya persyaratan itu dalam proses pelayanan.
            Banyak pelayanan publik yang persyaratannya tidak diketahui secara pasti oleh warga pengguna. Para penyelenggara sering kali merasa tidak bertanggung jawab untuk menyebarluaskan informasi mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pengguna. Mereka mengganggap bahwa mengetahui persyaratan pelayanan sepenuhnya menjadi urusan pengguna layanan, bukan menjadi bagian dari tanggung jawab dan peran mereka sebagai penyelenggara layanan. Kalaupun mereka mengganggap perlu menjelaskan persyaratan pelayanan, mereka cukup melakukannya dengan menempel pengunguman di papan tulis yang terdapat diruang tunggu atau disekitar tempat penyelenggaraan layanan. Bagi mereka, menempel di papan pengunguman ini dianggap sudah cukup.
            Pada kenyataannya, para pengguna seringkali tidak mengetahuinya karena mereka tidak bisa membaca, memahami, atau bahkan tidak melihat papan pengunguman yang ada karena diletakkan di tempat yang tidak strategis. Karena itu, untuk hal-hal yang sangat penting seperti persyaratan, biaya, dan waktu yang diperlukan dalam proses pelayanan, para petugas pemberi layanan perlu menjelaskannya kembali, atau setidak-tidaknya mengecek kembali ketika berinteraksi dengan para pengguna. Menjelaskan kepada para pengguna mengenai berbagai aspek penting dalam proses upaya penyebarluasan informasi pelayanan yang dilakukan Dinas Perizinan dan Penanaman Modal (DPPM) Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur.
            Indikator kedua dari transparansi menunjuk pada seberapa mudah peraturan dan prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders yang lain. Maksud dari dipahami di sini bukan hanya dalam artiliteral semata tetapi juga makna dibalik semua prosedur dan peraturan itu. Penjelasan mengenai persyaratan, prosedur, biaya dan waktu yang diperlukan sebagaimana adanya merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna. Jika rasionalitas dari semua hal itu dapat diketahui dan diterima oleh para pengguna, maka kepatuhan terhadap prosedur dan aturan akan mudah diwujudkan.
Indikator ketiga dari transparansi pelayanan adalah kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Semakin mudah pengguna memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik semakin tinggi transparansi. Dengan menggunakan ketiga dimensi transparansi tersebut maka penilaian terhadap transparansi pelayanan publik dapat dilakukan secara lebih lengkap. Selama ini rezim pelayanan sering mengklaim dirinya telah bertindak transparan ketika hanya menempel papan pengunguman, misalnya berisi mengenai besaran biaya dan prosedur pelayanan, diloket pelayanan. Tentu mengungumkan biaya dan prosedur pelayanan secara terbuka ditempat yang mudah diakses oleh para pengguna adalah sesuatu yang baik dan menjadi bagian dari transparansi pelayanan. Namun, hal tersebut belumlah cukup.
2.3  Transparansi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Transparansi dalam konteks penyelenggaraan pelayanan publik adalah terbuka, mudah, dan  dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti (Ratminto, Winarsih, 2005 : 19). Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima kebutuhan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Ratminto dan Winarsih, 2005 : 18). Jadi secara konseptual, transparansi dalam penyelenggaraan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan. Desentralisasi merupakan konsekuensi dari demokrasi, dan tujuannya adalah membangun good governance mulai dari akan rumput politik. Desentralisasi inilah yang menghasilkan local government (pemerintahan daerah) (Grosroos, 2001 : 59). Dalam konsep good governance tersebut, ada 3 aktor yang bermain, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat (Wibawa dan Yuyun, 2002 : 39). Pemerintah di sini berfungsi untuk memediasi kepentingan-kepentingan yang antara lain berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan publik (Pamudji, 2000 : 23), dan menurut Zeithaml dan Berry (2001 : 67) pelayanan publik itu harus dilaksanakan oleh birokrasi pemerintah dengan sebaik-baiknya, transparan, dan akuntabel agar tidak merugikan warga yang dilayani. Pelayanan publik yang transparan adalah merupakan salah satu prinsip dalam perwujudan good governance (pemerintahan yang baik).
Di Indonesia, penyelenggaraan pelayanan publik secara umum didasarkan pada filosofi dari UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004. Khusus untuk kebijakan transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dijabarkan dalam Kep. Menpan RI No. KEP/26/ M.PAN/2/ 2004. Maksud ditetapkan Keputusan tersebut adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi pelayanan yang meliputi pelaksanaan prosedur, persyaratan teknis dan administratif, biaya, waktu, akta/janji, motto pelayanan, lokasi, standar pelayan an, informasi, serta pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan bagi seluruh penyeleng gara pelayanan publik dalam melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas dan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.
Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik adalah  pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuh kan informasi. Transparansi dibangun dalam suasana adanya aliran informasi yang bebas. Dalam suasana ini, proses, institusi, dan informasi dapat secara langsung di akses oleh mereka yang berkepentingan. Di samping itu, juga tersedia cukup informasi untuk memahami dan memonitor ketiga hal itu (Hamdi, 2001 : 52-51). Menurut Riswandha (2003 : 59), transparansi adalah rakyat paham akan keseluruhan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah. Jadi, transparansi itu berarti bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. Transparansi mensyaratkan bahwa pelaksana pelayanan publik memiliki pengetahuan tentang permasalahan dan informasi yang relevan dengan yang kegiatan pelayanan.
Dalam konteks transparansi pelaksana pelayanan publik, pelaksana harus terbuka pada setiap tindakannya dan siap menerima kritikan maupun masukan, terutama yang dapat dari masyarakat adalah merupakan kebutuhan utama adar agar aparatur memahami aspirasi riil masyarakat. Keterbukaan sangat diperlukan untuk mengurangi peluang timbulnya perilaku aparatur yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Selanjutnya, menurut Ratminto dan Winasih (2005 : 209-216), paling tidak ada 10 (sepuluh) dimensi atau kondisi aktual yang diharapkan terjadi dalam transparansi penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu :
  1. Manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat. Transparansi terhadap manajemen dan penyeleng garaan pelayanan publik meliputi kebijakan, peren canaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengen dalian oleh masyarakat. Kegiatan tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.
  2. Prosedur pelayanan harus dibuat dalam bentuk Bagan Alir. Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu pelayanan. Prosedur pelayanan publik harus sederhana, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilak sanakan, serta diwujudkan dalam bentuk Flow Chart (Bagan Alir) yang dipampang dalam ruangan pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik karena berfungsi sebagai berikut :
(a) Petunjuk kerja bagi pemberi pelayanan.
(b) Informasi bagi penerima pelayanan.
(c)Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur pelayanan kepada penerima pelayanan.
(d) Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien.
(e) Pengendali (kontrol) dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan penilaian/pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Bagan Alir adalah sebagai berikut :
 (a) Bagan Alir harus mampu menggambarkan proses pelayanan, petugas/pejabat yang  bertanggung jawab untuk setiap tahap pelayanan, unit kerja terkait, waktu, dan 3. dokumen yang diperlukan, dimulai dari penerimaan berkas permohonan sampai dengan selesainya proses pelayanan.
(b) Model Bagan Alir dapat berbentuk bulat, kotak, dan tanda panah atau disesuaikan dengan kebutuhan unit kerja masing-masing.
(c) Ukuran Bagan Alir disesuaikan dengan luas ruangan, ditulis dalam huruf cetak dan mudah dibaca dalam jarak pandang minimal 3 (tiga) meter oleh penerima pelayanan atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
(d) Bagan Alir diletakkan pada tempat yang mudah dilihat oleh penerima pelayanan.
3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam 4. menentukan persyaratan, baik teknis maupun administratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis pelakanan yang akan diberikan. Harus dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkait dengan proses pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
4. Kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan per undang-undangan. Kepastian dan rincian biaya pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon/penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas menge lola keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan per undang-undangan. Kepastian dan rincian biaya pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon/penerima pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit yang bertugas menge lola keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit pelayanan. Di samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.
5. Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat. Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan publik mulai dari di lengkapinya/ di penuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Unit pelayanan instansi pemerintah dalam mem berikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan, yaitu yang pertama kaii mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila persyaratan lengkap (melak sanakan asas First in First Out/ FIFO). Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletak kan di depan loket pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang mini mum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
6. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan harus ditetapkan secara formal berdasarkan SK. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan dan atau menye lesaikan keluhan/
7. persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja petugas. Pejabat/petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugas an dari pejabat yang berwenang. Pejabat/petugas yang memberikan pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif ter hadap penerima pelayanan dengan memperhatikan sebagai berikut :
(a)   Aspek psikologi dan komunikasi, serta perilaku melayani.
(b) Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan, dan dapat   mengubah keluhan penerima pelayanan menjadi senyuman.
(c) Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap tubuh, mimik, dan pandangan mata.
(d) Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebu tuhan penerima pelayanan.
(e) Berada di tempat yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.
8. Lokasi pelayanan harus jelas. Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai termasuk penye diaan sarana telekomunikasi dan informatika (telematika). Untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan, dapat membentuk Unit Pelayanan Ter padu atau pos-pos pelayanan di Kantor Kelurahan/ Desa/Kecamatan serta di tempat-tempat strategis lainnya.
9. Janji pelayanan harus tertulis secara jelas. Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen tertulis unit kerja pelayanan instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Janji pelayanan tertulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut hanya hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya mengenai standar kualitas pelayanan. Dapat pula dibuat "Motto Pelayanan", dengan penyusunan kata-kata yang dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan. Akta/janji, motto pelayanan tersebut harus diinfor masikan dan ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
10.Standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada masyarakat. Setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan masing-masing sesuai dengan tugas dan kewenangannya, dan dipublikasi kan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh para pemberi dan penerima pelayanan.
11.Informasi Pelayanan harus dipublikasikan dan disosialisasikan pada masyarakat melalui media. Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit pelayanan instansi pemerintah wajib mempublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya, waktu, standar, akta/ janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan di atas. Publikasi dan atau sosialisasi tersebut di atas melalui antara lain, media cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (Website, Home Page, Situs Internet, Radio, TV), media gambar dan atau penyuluhan secara langsung kepada masyarakat.





















BAB III

PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Transparansi dalam penyelenggaraan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua penerima kebutuhan pelayanan. Untuk mencapai hal di atas, diperlukan kondisi aktual seperti : manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat; prosedur pelayanan  harus dibuat dalam bentuk Bagan Alir; persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat; kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat; kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat; pejabat/ petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan harus ditetapkan secara formal berdasarkan SK; lokasi pelayanan harus jelas; janji (motto) pelayanan harus tertulis secara jelas; standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada masyarakat; serta informasi pelayanan harus dipublikasikan dan disosialisasikan pada masyarakat melalui media. Selain itu, diperlukan juga sejumlah faktor penunjang seperti dukungan kebijakan, ketersediaan teknologi, kemampuan pegawai, dukungan dan kesadaran warga, kecukupan anggaran, komitmen pegawai, pengawasan dan sanksi, budaya kerja, dan pola pelayanan yang tepat.

1 komentar on "Transparansi Pelayanan Publik"

milkhabelau on 26 September 2016 pukul 23.33 mengatakan...

Trima kasih buat infonya.
Tpi Sumbernya dari mana aja?

Posting Komentar